Hujan ialah bab dari proses siklus air yang berkelanjutan. Fenomena alam ini mampu terjadi secara luas ataupun setempat. Hujan yakni presipitasi berbentukcairan yang berlawanan dengan presipitasi non-cair seperti salju, watu es dan slit.
Hujan dibagi menjadi berbagai jenis mulai dari hujan air biasa, hujan es dan hujan es. Selain dari jenisnya, kita juga mengenal seberapa luas efek cuaca pada suatu daerah.
Pengaruh hujan kepada luas sempitnya sebuah kawasan tersebut menghasilkan istilah yang kita kenal selaku “hujan lokal”. Hujan ini sedikit gila alasannya adalah cuma turun di area tertentu.
Berikut yakni pembahasan apa itu hujan setempat, proses terbentuknya, kapan terjadinya dan area yang dipengaruhinya.
Pengertian Hujan Lokal
Sebelum masuk kepada penjelasan hujan lokal, akan lebih baik jikalau kita mengetahui pengertian hujan terlebih dahulu. Hujan ialah hasil dari proses kondensasi atau pendinginan di langit yang berwujud cairan. Proses ini secara meteorologi disebut presipitasi.

Menurut teladan umum terjadinya, hujan dibagi menjadi tiga jenis, adalah hujan ekuatorial, hujan monsun dan hujan setempat.
Menurut KBBI, pemahaman hujan setempat adalah hujan yang cuma jatuh atau membasahi area atau wilayah tertentu atau tidak merata. Pola hujan lokal terjadi sebab efek kondisi dan kondisi area setempat.
Faktor Hujan Lokal
Terjadinya fenomena hujan lokal dipengaruhi oleh dua faktor, pertama karena naiknya udara lembab yang terus menerus dan fatwa udaranya yang mengarah ke dataran tinggi mirip bukit atau pegunungan. Faktor kedua adalah adanya pemanasan setempat yang relatif tidak sepadan.
Sedangkan pola curah hujan lokal memiliki ciri yang terbalik dengan pola hujan monsunal. Ketika area pola hujan monsunal terjadi pada isu terkini hujan, maka area dengan acuan hujan lokal justru terjadi pada demam isu kemarau, sehingga tidak mengikuti keadaan iklim yang sebaiknya.

Jenis Hujan Lokal
Sama seperti hujan biasa, hujan lokal juga terbentuk oleh sebuah rangkaian proses. Berdasarkan proses terbentuknya, hujan setempat dibagi menjadi tiga jenis proses pembentukan, yakni Conventional Precipitation, Orographic Precipitation dan Artificial Rain.
1. Conventional Precipitation
Convectional Precipitation juga disebut hujan zenithal dan hujan konveksi. Hujan jenis ini terjadi akibat dari pemanasan radiasi matahari di siang hari yang mengakibatkan udara di permukaan bumi akan dipaksa naik ke atas secara cepat dan terus-menerus.
Pada keadaan atmosfer yang lembab, udara panas yang gres saja naik akan mengalami penurunan suhu. Hingga pada jadinya mengalami proses kondensasi sehingga membentuk butir-butir awan.
Jika udara yang berkondensasi terlampau banyak ditambah dengan aspek keadaan atmosfer yang kurang stabil, maka akan terbentuk awan jenis cumulonimbus yang dapat mengakibatkan hujan yang sangat lebat dengan waktu berlangsung relatif singkat. Hujan konveksi umumnya terjadi di wilayah iklim tropis dan turun ke tempat yang sama sekitar dua kali setahun.
2. Orographic Precipititation
Sedangkan proses kedua disebut Orographic Precipitation atau hujan orografis. Hujan ini umumnya terjadi di kawasan dataran tinggi. Proses hujan jenis ini terjadi akhir udara bergerak melewati pegunungan atau bukit yang tinggi, sehingga udara akan di paksa naik mengikuti kondisi gunung atau bukit.
Udara yang naik mengalami penurunan suhu di ketinggian tertentu, sehingga mengalami proses kondensasi dan terbentuk titik-titik air. Selanjutnya, titik-titik air tersebut akan bertambah dan semakin banyak dan membentuk awan hujan di lereng atas angin yang disebut windward. Sedangkan awan hujan di bab lereng bawah angin yang disebut leeward. Awan tersebut kemudian tidak bisa menahan beratnya air dan turunlah hujan.
Karena imbas lokasi, awan akan segera bergerak secara horizontal dan angin akan terus bertiup ke arah puncak tertinggi pegunungan sehingga hujan hanya akan turun di kawasan lereng.
Berdasarkan pengamatan proses terjadinya hujan, kita mampu menyimpulkan hujan orografis cenderung terjadi di puncak atau lereng gunung. Sedangkan tempat yang lebih rendah di sekitarnya tidak mengalami hujan orografis, kalau mengalami hujan pun condong sungguh sedikit. Hujan orografis merupakan salah satu argumentasi mengapa puncak gunung, bukit atau daerah dataran tinggi lebih sering turun hujan.
3. Artificial Rain / Hujan Buatan
Jenis hujan setempat yang terakhir adalah artificial rain atau umumkita sebut hujan buatan. Sesuai namanya, hujan ini tidak terjadi alasannya adalah proses alami, melainkan direncanakan oleh insan untuk kebutuhan tertentu di wilayah tertentu.
Biasanya hujan produksi dijalankan untuk mengisi waduk dan danau, kebutuhan air bersih, irigasi, memudahkan kerja PLTA dan untuk menolong tempat yang mengalami kekeringan.
Sebelum melaksanakan penaburan serbuk hujan, para perencana melaksanakan penghitungan terkair beberapa faktor yang menghipnotis kesuksesan hujan buatan. Contohnya arah dan kecepatan angin, tekanan udara, kelembaban udara, area yang ditaburi serbuk hujan dan keberadaan awan Cumulus.
Selain itu, juga perlu menghitung berapa berat serbuk hujan yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah penaburan serbuk seberat tiga ton dan disemai ke awan cumulus selama sebulan biar hasil optimal. Semakin akurat perhitungan ini, maka makin besar pula kemungkinan berhasilnya hujan produksi.
Seperti halnya hujan alami, hujan bikinan juga memiliki proses pembentukan. Setelah perkiraan aspek-faktor keberhasilan hujan bikinan dengan derma pesawat, pilot menebarkan serbuk Natrium Klorida (NaCl) di awan memiliki peluang, ialah awan Cumulus. Biasanya awan Cumulus berupa bunga kol.
Serbuk ini bersifat higroskopis seperti garam dapur, urea atau Kalsium Diklorida (CaCl2). Higroskopis yaitu kesanggupan suatu zat untuk menyerap air di sekitarnya baik dengan cara absorbsi. Sehingga tinggal problem waktu, menunggu efek higroskopis selesai.
Proses kemajuan butir-butir hujan di awan akan meningkat sampai mempercepat turunnya hujan. Masalahnya, jika tidak ada awan cumulus maka perlu dikerjakan penghilangan lapisan inversi memakai dry ice atau es kering.
Lapisan inversi ialah penghalang bagi polutan untuk terbang vertikal. Selain itu, juga mampu dilakukan penyemaian dari darat dengan zat kimia yang bersifat higroskopis dan glasiogenik mirip NaCl, semai flare dan Perak Iodida.
Bahan semai glasiogenik ialah materi yang mampu menghasilkan es. Bahan ini disebar di atmosfer pada ketinggian di atas freezing level. Pada lapisan di atas freezing level terkadung banyak uap air cuek atau super cooled moisture yang dapat membeku secara alami jikalau lingkungan di sekitarnya sungguh higienis.
Melalui penyebaran serbuk bersifat glasiogenik, maka uap air akan membeku dengan cepat. Sehingga dapat dikatakan serbuk glasiogenik berfungsi sebagai katalis. Es yang jatuh ke lapisan lebih rendah mencair secara perlahan dan menambah jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan bumi.
Rekayasa hujan buatan lazimnya dijalankan untuk menanggulangi peristiwa-bencana ekstrem, seperti kebakaran hutan, kekeringan serta menekan tingkat polusi udara sebuah wilayah.